Banyak hikmah dan pemandangan yang tersaji sepanjang perjalanan di Suku Laut.
Suku Laut, atau sering juga disebut Orang Laut adalah suku yang menghuni Kepulauan Riau, salah satu provinsi di barat pulau Sumatera. Istilah Orang Laut mencakup berbagai suku yang bermukim di pulau-pulau dan muara sungai Kepulauan Riau-Lingga, Pulau Tujuh, Kepulauan Batam, dan pesisir serta pulau-pulau di lepas pantai Sumatera Timur dan Semenanjung Malaya bagian selatan.
Kondisi kepulauan, Riau yang terdiri atas 96 % lautan sangat mendukung bagi sebagian besar warga Suku Laut yang bekerja turun-temurun sebagai nelayan tradisional. Pekerjaan dengan tingkat penghasilan relatif kecil ini sangat berpengaruh pada perekonomian masyarakat Suku Laut dan berimbas pada tingkat kesejahteraan mereka yang memiliki persentase kemiskinan mencapai 7,40% pada periode Maret 2011.
Sebagian besar masyarakat Suku Laut yang berjumlah sekitar 300 kepala keluarga belum memiliki rumah permanen, ditambah penghasilan melaut yang tidak seberapa. Hasil tangkapan terbanyak adalah Ikan Senangin yang harganya cukup mahal, sekitar Rp 23.000 per kilogram, dan Ikan Otek seharga Rp 5.000 per kg. Namun hanya sebagian nelayan yang memiliki alat menangkap ikan dan jarring yang memadai serta mempunyai kemampuan melaut yang mengikuti perkembangan zaman, sehingga hasil tangkapan yang didapat stagnan dan tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Dengan pengaruh minimnya kesejahteraan ekonomi tersebut, anak-anak Suku Laut banyak yang terpaksa mengalami putus sekolah karena tidak ada biaya. Banyak diantaranya yang bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali, dan pada usia anak-anak harus bekerja layaknya orang dewasa. Tingkat partisipasi pendidikan masyarakat Kepulauan Riau tertinggi adalah di tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan persentase 99.35 %. Pada tahun 2010 dan semakin menurun saat mencapai tingkat SMA. Sangat jarang kita melihat anak-anak Suku Laut yang berhasil membuka bisnis kecil-kecilan, menjadi guru maupun polisi. Menjadi Sarjana pun rasanya jauh dari angan. Wito, pemuda Suku Laut, mengatakan, pendidikan masyarakat nelayan masih sangat rendah.