Kali ini saya akan berbagi tulisan dari sahabat saya bernama Jaya Setiabudi seputar kebiasaan dan pengalamannya dalam dunia tulis menulis.
Semoga para pembaca setia blog www.ardadinata.com dapat belajar dan mengaplikasikan kebiasaan dunia tulis menulis yang dipaparkan berdasarkan pengalamannya tersebut. Selamat membaca dan jangan bosan untuk selalu belajar menulis ya. Moga sajian ini bermanfaat dan salam sukses selalu. Berikut ini saya tuliskan kembali tulisan Jaya Setiabudi tentang menulis itu secara lengkap.
##
Serba salah kalau menggunakan kata 'menulis', sedangkan kalau menggunakan kata 'mengetik', juga kurang pas, apalagi menggunakan kata 'mengarang', seolah 'fiktif'. Lupakan itu, yang penting Anda tahu maksud saya.
Tak pernah terpikir saya akan menjadi seorang penulis buku, karena sekolah saya terbilang gagal. Buku catatan saya paling bersih di kelas, alias jarang mencatat. Hampir semua pelajaran saat di bangku SMP tak saya mengerti, kecuali matematika. Tentu tak terkecuali Bahasa Indonesia. Koq bisa lulus? Nyontek..! Jangan ditiru yaa.. Seperti pernah saya sebutkan di artikel "Agar tulisan Anda enak dibaca", menulis adalah 'kecelakaan' yang membawa berkah.
Menurut saya, kemampuan menulis atau copywriting adalah daya ungkit bagi para pemasar, terutama di ranah online.
"Tapi aku gak pinter nulis Mas J, pinternya ngomong aja". Ya tinggal direkam, kemudian dituliskan. Atau di videokan saja sekalian, karena sekarang adalah era video pemasaran.
Hanya saja, jago bicara belum tentu berhasil saat skrip dituliskan menjadi artikel atau sales letter. Kenapa? Karena komunikasi tatap muka dilakukan 2 arah (interaktif), sedangkan dalam media online, calon pelanggan/pembaca mencerna 1 arah dan memutuskan tanpa bertanya atau klarifikasi ketidak-jelasannya kepada Anda.
Jadi, sebelum menulis, kita harus mengetahui apa saja yang menjadi kemungkinan keraguan dan pertanyaan si pembaca. Apa yang menjadi masalah mereka? Apakah mereka sudah sadar memiliki masalah? Jika (mayoritas) mereka sudah sadar dengan masalahnya, maka Anda tinggal menawarkan solusi.
Contohnya adalah 'kegemukan'. Tak perlu dijelaskan kegemukan itu apa, karena secara fisik mereka sudah menyadarinya. Tinggal dijelaskan solusi, durasi dan kemudahan dalam menurunkan berat badan.
Adakah Cara Tercepat Belajar Menulis?
Ada, pertama dengan me-model penulis artikel atau sales letter yang menurut Anda sangat berpengaruh pada diri Anda. Dimana saat Anda membaca tulisannya, Anda terpersuasi, terhanyut, dan cocok dengan gaya bahasa Anda.
Setiap penulis punya keunikan gaya bahasa, yang tak perlu Anda contek 'plek'. Temukan pola yang cocok bagi karakter Anda. Misalnya, saya suka dengan tulisan Pak Tanadi Santoso, terutama di bagian pemaparan analogi dan penerapannya dalam bisnis. Ya saya ambil yang itu.
Namun, saat pembukaan, biasanya saya lebih banyak menggunakan ciri khas saya: Pattern Interruption, sedangkan Pak Tanadi sering menggunakan Induksi Naturally (story telling) dan My Friend John (kutipan, riset). Mana lebih bagus? Bukan masalah bagus atau tidaknya, tapi lebih ke style dan kelebihan masing-masing. Pengetahuan riset saya tak sebagus Pak Tanadi.
Kedua, 'flying watch' alias jam terbang tak akan mengingkari. Semakin sering Anda menulis, semakin mengalir tulisan Anda. Latihan adalah ibunya ketrampilan.
Ketiga, dapatkan feedback dan perbaiki. Apa yang kita pikirkan belum tentu apa yang pembaca pikirkan. Maka dari itu, dengan berbagi via media sosial, akan menghasilkan masukan yang berharga bagi kesempurnaan tulisan Anda. Jika orang masih bertanya, artinya ada yang belum 'gamblang' dalam tulisan Anda, atau bahasa yang terlalu tinggi. Turunkan. Empatilah..!
"Sebaik-baiknya tulisan adalah yang keluar dari hati, difilter dengan pikiran yang jernih, disampaikan dengan bahasa kaumnya."
Bukan saja pebisnis online, para politisi mulai belajar menulis yang benar, sebagai sarana kampanye di jaman media sosial. Dalil yang benar, tanpa delivery yang bagus, menjadi pesan yang tak sampai.
Salam,
Jaya Setiabudi
(Founder Young Entrepreneur Academy dan yukbisnis.com)