"Pa arda...Punya materi tentang pencegahan DBD dari sisi kesehatan lingkungan?"
Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu penyakit DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD , kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat, antara lain: pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur).
Penyakit DBD ini masuk penyakit infeksi yang disebabkan virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes. Yang jadi ciri penyakit DBD ini, bisanya demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan (shock) dan kematian (Ditjen PPM&PL, 2001).
Sampai sekarang penyakit DBD belum ditemukan obat maupun vaksinnya. Saat ini, satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektor. Vektor utama penyakit DBD di Indonesia ialah Aedes aegypti.
Tempat yang disukai sebagai tempat perindukannya adalah genangan air yang terdapat dalam wadah (kontainer) tempat penampungan air artifisial misalnya drum, bak mandi, gentong, ember, dan sebagainya; tempat penampungan air alamiah misalnya lubang pohon, daun pisang, pelepah daun ke ladi, lubang batu; ataupun bukan tempat penampungan air misalnya vas bunga, ban bekas, botol bekas, tempat minum burung dan sebagainya (Soegijanto, 2004).
Hasil survei Departemen Kesehatan RI di 9 kota besar di Indonesia pada tahun 1986-1987 saja menunjukkan bahwa satu diantara tiga rumah maupun tempat umum ditempati jentik Aedes. Di samping itu, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD pada umumnya sangat kurang (Ditjen PPM&PL, 1992).
*
Untuk itu, menjawab pertanyaan di atas, saya share materi terkait itu. Semoga bermanfaat, jangan lupa dibaca dan diaplikasikan ya...! Salam sukses selalu. Aamiin.
Pa arda...
Punya materi ttg pencegahan dbd dr sisi kesling?
Jawaban www.ArdaDinata.com: Silahkan dipilih-pilih dan dibaca di sini:https://bit.ly/2sAdOpH