Baca Juga
Membina  Pribadi Sukses 
Dalam  pandangan Islam, bahwa 'manusia' itu yang menjadi pokok utama. Pribadi  merupakan faktor konstitusi moral dan bertanggung jawab atasnya. Faktor pribadi  juga adalah menjadi titik tolak pendidikan diri sendiri. Dan bertujuan kembali  kepada pribadi pula. Dengan kata lain, mengenal dan mendidik pribadi sendiri  artinya mengawali kesadaran sebagai makhluk ciptaan, yang harus tahu diri kepada  Dzat Tertinggi yang menciptakannya. Sehingga dapat dikatakan, dengan mengenal  diri sendiri secara keseluruhan, maka kita mengenal Allah Yang Maha Pencipta. 
Untuk  mewujudkan hal itu, maka dalam melakukan pembinaan pribadi ini, perlu adanya  faktor agama sebagai landasan dalam menjaga keseimbangan eksistensi insan  secara otentik. Cara terbaik dalam mengembangkannya ialah dengan senantiasa  berpatokan pada "Takhallaquu Bi Akhlaqillaah" (berakhlaqlah dengan  akhlaq Allah). 
Konsepsi  tauhid ini dalam Islam bermaksud menuntun orang untuk mengenal dan menyesuaikan  penerapan nilai rendah dan nilai tinggi seorang pribadi dalam hidup yang  selaras dengan kehendak Allah di dalam mewujudkan ciptaan-Nya. Janganlah kita  sebagai hamba hendak berlaku sombong terhadap Allah dengan tidak mentaati  perintah dan larangan-Nya, sedang sebagai makhluk yang seharusnya mengatur dan  menundukan alam ini, malahan kita meredusir harga diri dan merendahkan nilai  pribadi sebagai "raja makhluk." (S. Qamarulhadi; 1986: 220).
Berawal  dari pembinaan pribadi dengan berpatokan pada akhlaq Allah, kemudian yang perlu  ditata pada pribadi kita dengan tekun agar mencapai pribadi sukses ialah harus  memiliki iman dan ilmu. Dua syarat ini adalah mutlak, seperti dinyatakan dalam  Alquran surat Al-Mujaadilah: 11, yang artinya: "…. Allah akan mengangkat  derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan mereka yang telah diberi  ilmu, beberapa tingkat ….."
Buah dari  pribadi yang bermodalkan iman dan ilmu itu, tidak hanya berbentuk materi saja,  tapi juga adalah sukses rohani, duniawi dan ukhrawi. Hal ini, tentu didasarkan  bahwa iman itu dasar mental, ilmu dasar pikir. Dalam hal ini, M. Ridwan IR  Lubis (1985) menuliskan bahwa untuk kesuksesan hati dan otak diperlukan  ketekunan. Dari sifat tekun akan menyorot hati dan otak kita. Adapun untuk  membangun dan mengembangkan suatu pekerjaan dengan tekun, maka diperlukan empat  sikap mental, yaitu:
1.    Kerjakan menurut kemampuan. Segala sesuatu haruslah dikerjakan  menurut kemampuan kita, jangan kerjakan sesuatu diluar kemampuan kita. Karena  hasil yang didapat akan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2.    Mengutamakan yang penting. Setelah kita dapat mengerjakan  sesuatu, maka hendaklah kita terlebih dahulu melakukan penyortiran. Pekerjaan  mana yang harus didahulukan. Maka lakukan penilaian terlebih dahulu terhadap  pekerjaan tersebut. Mana yang penting, perlu dan berguna.
3.    Tetapkan pendirian. Anda jangan mudah diombang-ambingkan  oleh orang lain, sehingga membuat rencana menjadi buyar. Anda harus tetapkan pendirian  untuk mencapai apa yang anda cita-citakan. 
4.    Jangan berputus asa. Tidak ada sesuatu yang terjadi pada  diri kita adalah merupakan kekejaman Allah. Misalnya, kalau kita mendapati  pekerjaan yang belum berhasil, maka kita harus bersabar. Karena kita harus  yakin bahwa segala sesuatunya Allah sajalah yang amat mengetahui rahasia alam  ini, termasuk rahasia dari ketidakberhasilan apa yang kita rencanakan. Jadi,  kita tidak boleh berputus asa. 
Akhirnya,  kita harus sadar betul bahwa esensi kehidupan ini terletak pada pembentukan  semangat dan cita-cita untuk memelihara dan menegakan kepribadian, sehingga  kehidupan memperoleh daya mengembang dari dirinya sendiri beberapa alas  kekuatan, seperti: memori intelektif, kecerdasan, keahlian, keteguhan hati,  keikhlasan yang banyak membantu mengasimilasi kebiasaan dan perilaku kita.




