Jenis Permainan Anak

Menyambung postingan sebelumnya tentang: Bermain, Cara Anak Belajar Kehidupan. Berikut ini sambungannya, selamat membaca:


Arti Bermain Pada Anak 
Jenis Permainan Anak

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka kita tentu tidak boleh salah langkah dalam menentukan jenis permainan yang tepat diberikan pada anak-anak. Menurut Caillois permainan itu dibagi menjadi empat bagian.

(a) Agon. Jenis permainan ini mencakup semua bentuk permainan yang bersifat pertandingan atau perlombaan. Dalam pelaksanaannya, kedua pihak yang berlawanan memperoleh hak dan kesempatan yang sama. Hal ini diatur oleh peraturan. Karena itu wasit yang mengatur jalannya pertandingan menjalankan tugasnya tanpa niat memihak. Tujuan akhir ialah mencapai kemenangan. Karena itu, perjuangan fisik begitu menonjol seperti terungkap dalam kualitas kemampuan organ tubuh berfungsi, misalnya kecepatan, daya tahan, dll.

(b) Alea. Dalam bahasa Latin kata ini digunakan untuk permainan memakai dadu. Istilah ini digunakan untuk menamakan sekelompok permainan yang hasilnya bersifat untung-untungan atau keberuntungan salah satu pihak. Dalam pelaksanaanya, si pemain cenderung pasif dan tak memperagakan kemampuannya yang bersumber pada penguasaan keterampilan, otot, atau kecerdasan.

(c) Mimikri. Jenis ini mencakup semua bentuk permainan yang mengandung ciri pokok bermain seperti dikemukakan Huizinga yaitu kebebasan, batasan waktu dan ruang, dan bukan sungguhan. Tersirat didalamnya ilusi, imajinasi, dan interpretasi. Semua jenis permainan anak-anak yang cenderung berperan berpura-pura, seperti main perang-perangan, memanusiakan benda, dan memperlakukan satu objek dengan fungsi lain (misalnya, kursi, sebagai mobil) tergolong jenis mimikri.

(d) Ilinx. Jenis ini mencakup semua bentuk permainan yang mencerminkan pelampiasan keinginan untuk bergerak, bertualang, dan dalam wujud kegiatan dinamis, sebagai lawan dari keadaan diam, stabil atau seimbang. Mendaki gunung, olah raga di alam terbuka, permainan ayunan anak-anak, merupakan contoh dari permainan yang termasuk kategori keempat.

Penutup

Keberadaan anak dan bermain merupakan sesuatu yang patut kita cermati secara benar dalam membangun keutuhan seorang anak. Bermain itu sendiri adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan yang melekat dalam diri setiap anak. Dengan demikian anak dapat belajar berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk mempelajarinya.

Bermain merupakan jembatan bagi anak dari belajar secara informal menjadi formal. Dalam bahasa Mayke S. Tedjasaputra (2001), bermain dapat bermanfaat untuk perkembangan fisik; motorik kasar dan motorik halus; aspek sosial; aspek emosi dan kepribadian; aspek kognisi; mengasah ketajaman penginderaan; mengembangkan keterampilan olahraga dan menari; sebagai media terapi; dan lainnya.

Akhirnya masihkah orang dewasa akan bersikap “memaksa” keinginannya yang akan merampas dunia bermain anak-anak yang sejatinya adalah buah hati dan dambaan orang tua di masa yang akan datang. Kalau bukan sekarang, lantas kapan lagi kita mau memberi ruang bermain yang cukup pada anak-anak kita? Wallahu’alam.***



Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia, http://www.miqra.blogspot.com.
BACA ARTIKEL LAINNYA:
Lebih baru Lebih lama