NASEHAT itu sebuah kebijaksanaan. Keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam menjalani kehidupannya. Nasehatlah yang dapat membuat seseorang menjadi bergairah kembali hidupnya.[Arda Dinata].
Bila dilihat dari arti katanya, nasehat itu berarti ajaran atau pelajaran baik. Bisa juga diartikan sebagai anjuran (petunjuk peringatan, teguran) yang baik. Sedangkan menasehati berarti memberi nasehat. Orang yang memberi nasehat dinamakan penasehat.
Durhaka Terhadap Nasehat |
Betapa pentingnya perilaku nasehat menasehati ini, maka dalam sebuah organisasi di masyarakat biasanya ada yang ditunjuk sebagai penasehat. Hal ini, tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan penasehat itu sebagai sumber yang dapat memberi petunjuk dan masukan terhadap problematika kehidupan yang dihadapi masyarakat di kemudian hari.
Kewajiban saling nasehat menasehati pun merupakan ajaran agama yang perlu dilakukan umatnya dalam kehidupan sehari-hari demi kebaikan. Sampaikanlah kebaikan itu, sekecil apa pun pada orang lain. Misalnya, orang tua menasehati anaknya. Guru menasehati muridnya. Dosen menasehati mahasiswanya. Termasuk nasehat menasehati di antara sesama teman. Namun, masalahnya ego setiap manusia itu memiliki kecenderungan tidak menyukai kalau dirinya dinasehati oleh orang lain. Padahal, nasehat itu jelas-jelas untuk kebaikannya.
Gambaran tersebut tercermin pada kisah yang diabadikan Alquran dalam surat Al-A’raf (7): 73-79. Dalam ayat itu, dijelaskan kepada kaum Samud, Allah mengutus Nabi Saleh. Kemudian beliau menyampaikan kepada kaumnya amanat Tuhannya dan memberi nasehat terpercaya kepada kaumnya. Namun, kaumnya tetap sombong dan lalai lagi mengingkari apa yang disampaikan Nabi Saleh.
Orang-orang yang menyombongkan diri berkata, “Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu percayai.”
Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan berlaku angkuh terhadap perintah Tuhannya. Mereka berkata, “Wahai Saleh! Buktikanlah ancaman kamu kepada kami, jika benar engkau Saleh seorang nabi.”
Lalu, datanglah gempa bumi menimpa mereka, dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka.
Kemudian dia (Saleh) pergi meninggalkan mereka sambil berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku telah menyampaikan amanat Tuhanku kepadamu dan aku telah menasehati kamu. Tetapi kamu tidak menyukai orang yang memberi nasehat.”
Kisah tersebut telah memberi pelajaran pada kita akan perilaku ingkar terhadap nasehat kebaikan. Lebih-lebih itu adalah nasehat dari ajaran nabi dan Tuhannya. Padahal, kalau kita telaah lebih lanjut, kaum Samud merupakan kaum yang mendapat anugerah sebagai manusia yang tinggi dan besar secara fisik.
Mereka hidup di lembah-lembah pegunungan dan dataran tinggi. Di tempat itu, mereka mendirikan rumah tinggal. Nikmat yang diberikan kepada mereka itu tidak menjadikan mereka semakin taat dan patuh kepada perintah Allah, bahkan mereka selalu mendustakan dan durhaka terhadap perintah dan larangan Allah yang disampaikan oleh nabi mereka, yaitu Nabi Saleh.
Ketaatan mereka diuji dengan seekor unta betina, Allah menyuruh mereka agar tidak mengganggu dan menyakiti unta betina yang sedang makan. Ujian ini untuk membuktikan apakah mereka mematuhi apa yang diseru atau sebaliknya, mereka durhaka. Ketika Nabi Saleh tidak bersama mereka, mereka melakukan kedurhakaan dengan menyembelih unta betina itu. Karena mereka tidak patuh, Allah melaknat mereka hingga binasa. (Syaamil Alquran Terjemahan Tafsir Per Kata; 2010).
Di sini, kesadaran akan nasehat kebaikan dari orang lain, apalagi nasehat ajaran agama, tentu patut kita terima, kembangkan dan olah menjadi sesuatu yang bernilai positif. Jadikan nasehat itu menjadi kekuatan baru dalam meningkatkan kualitas hidup kita. Dan jangan sampai nasehat itu, justru kita dustai yang berakibat fatal melukai diri sendiri.
Selain itu, yang lebih penting diperhatikan bagi pemberi nasehat sendiri adalah cara memberikan nasehat. Sampaikanlah nasehat itu dengan cara sebaik mungkin. Lagi pula, banyak cara dan media yang bisa kita pakai dalam memberi nasehat itu. Bisa lewat kata-kata, cerita, keteladanan dan lainnya. Pakailah cara yang efektif dan sesuai dengan sasaran orang yang kita nasehati agar apa yang dilakukan tersebut dapat membuahkan hasil. Yaitu nasehat kita dapat diterima oleh orang lain. Lalu, sudahkah kita melakukan nasehat menasehati ini dengan cara yang bijaksana?
Dalam hal ini, ada ungkapan dari imam Asy Syafi’i terkait nasehat menasehati yang patut kita aplikasikan dalam kehidupan keseharian. Beliau mengungkapkan, “Menasehati dengan kata-kata, bak muadzin yang merdu suaranya. Menasehati dengan teladan mulia, akan jadi imam dalam segala.”
Sungguh indah pesan Asy Syafi’i itu. Jadi, diharapkan ketika kita memberikan nasehat pada orang lain, usahakanlah dengan kata-kata yang enak didengar. Dan bila kita melakukannya dengan cara perilaku keteladanan, maka buahnya akan menjadi panutan bagi siapa pun. Sehingga akhirnya, nasehat yang kita sampaikan itu tidak terdustakan. Semoga!***
ARDA DINATA, Pengasuh Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/ MIQRA Indonesia, http://www.miqraindonesia.com.