Baca Juga
TUTORIAL  KESEHATAN LINGKUNGAN
     "PENGENDALIAN AVIAN INFLUENZA MENGGUNAKAN PRINSIP ECOHEALTH "
Oleh:
Arda    Dinata (NIM. 16/403188/PKU/16006)
Fitriani    Ayu Wulandari (NIM. 16/403240/PKU/16058)
Nurfitria    Hariyani (NIM.    16/403322/PKU/16140)
Yaniar    Nurhadini (NIM.    16/403386/PKU/16204)
 
Tutor : Winni R.E.Tumangor, M.PH 
PROGRAM  PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT 
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
 1.     Pendahuluan  
Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia,  semakin meningkat pula kebutuhan akan pangan seperti daging, susu, telur untuk  memenuhi kebutuhan protein manusia yang nantinya akan berdampak pada kesehatan  manusia (institute of Medicine 2003). Kebutuhan akan  protein itu dapat diperoleh melalui protein hewani. Tingginya konsumsi protein  hewani menyebabkan meningkatnya jumlah hewan yang ada di Indonesia, hal inipun  menyebabkan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh hewan (zoonosis). Zoonosis  merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hewan ke manusia atau dari  manusia ke hewan. Data terdahulu menunjukkan 60% penyakit ditularkan melalui  hewan (Budiaharta et al. 2015).
Avian influenza (AI)  atau flu burung merupakan salah satu penyakit menular stategis di Indonesia.  Flu burung atau yang sering dikenal dengan H5N1 merupakan suatu penyakit yang  disebabkan oleh virus yang menginfeksi burung (unggas). Penyakit ini dapat  menular dengan cepat pada hewan ternak terutama unggas dengan angka kesakitan  atau kematian mencapai 90-100% (Akoso 2006). Indonesia  pertama kali melaporkan kasus Avian  influenza pada tahun 1997 dengan 18 kasus terinfeksi dan 6 orang meninggal.  Tahun 2006 WHO melaporkan case fatality  rate (CFR) avian influenza 59,4%  dengan 256 kasus dan 152 di berbagai negara termasuk Indonesia. Penelitian yang  dilakukan oleh (Sedyaningsing et al. 2006) menyebutkan  kasus AI yang terindentifkasi pada juli 2005 hingga oktober 2006 adalah 25  kasus dengan CFR 76,4% di 33 provinsi Indonesia dan 81% kasus dilaporkan karena  kontak langsung dan tidak langsung dengan hewan sakit dan mati.
Virus flu burung selain menyebabkan kematian pada  manusia, dapat juga menyebabkan kematian pada unggas yang terinfeksi virus  H5N1. Hal ini menyebabkan perekonomian industri ternak mengalami kerugian yang  cukup besar. Review data yang dilakukan oleh (Basuno 2008) menyebutkan  kerugian jangka pendek karena flu burung mencapai Rp. 14-48 trilliun pada tahun  2006. Dampak lain akibat wabah avian  influenza  berdampak pada peternakan  rakyat. Menurut Kajian Pustlitbang Sosek bekerjasama dengan Ditjen Peternakan  dan FAO pada tahun 2004 menyebutkan bahwa usaha ayam petelur merupakan usaha  peternakan rakyat yang paling berpengaruh terhadap wabah flu burung (Basuno 2008). 
Pencegahan dan pengendalian wabah flu burung dapat  dilakukan dengan pendekatan ecohealth.  Pendekatan ecohealth dilakukan dengan  cara mengkaji perubahan lingkungan biologi, fisik, sosial, dan ekonomi yang  dihubungkan dengan dampak kesehatan masyarakat. Ecohealth merupakan suatu pendekatan sistematis untuk pencegahan,  diagnostik, dan prognostik aspek managemen ekosistem dan untuk memahami  hubungan kesehatan ekosistem dengan manusia (Aguirre & Gómez 2009). Ecohealth juga merupakan suatu pendekatan  multidisiplin yang menyatukan berbagai disiplin ilmu atau profesi seperti  dokter, dokter hewan, ahli konservasi, ekologi, ekonomi, sosial, dan lainnya  dalam mempelajari perubahan ekosistem yang berdampak terhadap kesehatan (Lebel 2003). 
Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari penulisan  paper ini adalah bagaimana melakukan kontrol terhadap penularan avian influenza  dengan menggunakan 6 prinsip ecohealth.
2.    Pengendalian Avian Influenza  Menggunakan  6 Prinsip Ecohealth
Ecohealth  IDRC program leader 2016 memperkenalkan 6 prinsip ecohealth yaitu (Unahalekhaka et al. 2013):
a.     Sistem  Berfikir
Sistem berfikir  atau suatu pemikiran sistematik dalam melakukan pencegahan yang dikaitkan  dengan pengontrolan avian influenza ini  menggunakan pola hubungan antara ekosistem dengan sosioekonomi. Sistem berfikir  ini berfokus pada hubungan sebab akibat yang menunjukkan bahwa memeriksa  keterkaitan dan interaksi antar unsur yang membentuk sistem merupakan suatu  cara berfikir sistematik (Unahalekhaka et al. 2013).
Dalam pengontrol  penyakit avian influenza dengan  menggunakan sistem berfikir menunjukkan bahwa sebelum melakukan pengontrolan  terhadap penyakit, harus terlebih dahulu diketahui penyebab dan akibat dari avian influenza sehingga sistem pengontrolan  dapat dilaksanakan berdasarkan pendekatan sistem sosioekonomi dan ekosistem. Penelitian  yang dilakukan oleh (Yupiana et al. 2010) menunjukkan  faktor resiko terjadinya penyakit flu burung adalah karena kepadatan unggas,  kurangnya penerapan sanitasi dan APD ketika kontak dengan unggas, sehingga  dalam penangangan unggas (kontak langsung) perlu kesadaran diri berbagai pihak  dalam hygiene sanitasi dan penggunaan APD. 
Pengontrolan  kasus flu burung dalam segi sosioekonomi dapat dilakukan dengan pemberian  vaksinasi pada unggas dan sanitasi lingkungan sekitar unggas. Namun jika dilihat  di Indonesia usaha unggas umumnya merupakan usaha kecil yang memiliki  keterbatasan modal, lahan, managemen, dan lingkungan sekitar pemeliharaan  unggas. Modal yang terbatas menyebabkan tidak adanya dana yang dianggarkan  untuk vaksinasi unggas sehingga resiko kematian unggas akan jauh lebih meningkat  (Ilham 2013). Sehingga  penanganan masalah sosioekonomi dapat dilakukan dengan peningkatan dukungan  sosial ekonomi dari pemerintah daerah, penyuluhan dari tenaga kesehatan  mengenai sanitasi dan penggunaan APD yang didukung dan diikuti oleh  daerah-daerah terkait. 
Pada saat ini,  dunia dihadapkan pada perubahan iklim yang cukup ekstrim, perubahan ekosistem  (iklim) akan berdampak pada perubahan suhu, kelembaban yang pada akhirnya akan  memicu perubahan biologi agen patologi seperti virus. Keadaan yang lembab akan  menyebabkan virus H5N1 lebih bertahan lama. Keadaan lembab juga menyebabkan  kondisi unggas semakin menurun, sehingga virus H5N1 akan dengan mudah  terjangkit pada unggas dan menyebabkan munculnya wabah flu burung. Sehingga  dalam pengendalian flu burung dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan  ekosistem atau keadaan lingkungan pemeliharaan unggas, kondisi lingkungan  terlindungi dengan membersihkan lingkungan setiap hari, menghindari lokasi  pemeliharaan dari kelembaban, dan pemberian vaksin (Bahri & Syafriati 2011; Food and Agrucultural Organization (FAO) 2005).
b.    Penelitian  Lintas Disiplin
Pengontrolan  kasus Avian influenza dapat dilakukan  dengan melakukan pendekatan lintas disiplin yaitu dengan menyatukan metode,  teori dan konsep dari beberapa disiplin ilmu menggunakan perspektif non  akdaemis. Pendekatan ini juga memerlukan komunikasi lintas disiplin antara  dokter, masyarakat, peneliti, dan pengambil keputusan (Unahalekhaka et al. 2013). 
Prinsip ini  menjelaskan bahwa penelitian dari lintas disiplin melakukan penelitian tentang  penyakit flu burung. Kerjasama tidak hanya dilakukan sebatas melakukan  penelitian bersama, melainkan mendiskusikan situasi secara keseluruhan untuk  diselidiki, melakukan pertukaran-pertukaran ide sehingga terbentuk  tindakan-tindakan yang diaplikasikan dalam penelitian. Selain itu, kerjasama  dilakukan juga dalam menghadapi permasalahan-permasalah terkait penelitian, dan  pengaplikasian hasil penelitian di masyarakat (Unahalekhaka et al. 2013).
Untuk melakukan pengontrolan penanganan penyakit flu burung, Pemerintah telah membentuk Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian influenza) dan kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2006 (Hassan et al. 2009).
Untuk melakukan pengontrolan penanganan penyakit flu burung, Pemerintah telah membentuk Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian influenza) dan kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2006 (Hassan et al. 2009).
c.     Partisipasi
Prinsip partisipasi  merupakan inovasi, kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pihak dalam suatu  komunitas, ilmuwan, dan para penentu kebijakan dalam mengontrol suatu penyakit (Budiaharta et al. 2015). Prinsip  partisipasi ini adalah melibatkan berbagai peran baik masyarakat, pemerintah,  atau peneliti dalam mengembangkan solusi kesehatan dalam tindakan yang  diperlukan untuk mengatasi suatu penyakit (Grace et al. 2012). 
Pengontrolan  terhadap penyakit flu burung dapat dilakukan dengan membuat suatu kebijakan  yang dilakukan oleh penentu kebijakan untuk mengontrol perdagangan ilegal  unggas dan burung liar, karena perdagangan ilegal ini dapat berdampak pada  penyebaran globab virus H5N1. Dalam melakukan pengendalian perdagangan ilegal  yang akan berdampak pada kesehatan global jangka panjang maka pemerintah  sebaiknya melakukan kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menetapkan  kebijakan tersebut. Regulasi lain yang dapat dilakukan untuk program pengontrolan  adalah dengan melakukan standar operasional di peternakan unggas, pertanian,  dan pemasaran serta melakukan regulasi dipasar hewan (Maffi & Mitchell 2015).
Partisipasi  masyarakat terutama peternak hewan yang dapat dilakukan dengan partisipasi  masyarakat dalam mengendalikan penularan dengan melakukan hygiene sanitasi baik ketika kontak dengan unggas ataupun memasak  hewan ternak, selain itu partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberi  vaksinasi terhadap hewan peliharaan terutama pada industri ternak dengan  didukung oleh pemerintah dalam membuat peraturan tentang vaksinasi hewan.  Partisipasi masyarakat juga dapat dilakukan dengan cara pelaporan kepada  pemimpin daerah/puskesmas ketika ada binatang ternak yang mati mendadak.  Masyarakat lain yang dapat berpartisipasi adalah dokter hewan dengan melakukan  pemeriksaan berkala, penyuluhan mengenai flu Burung. Peran peneliti juga  diharapkan dapat melakukan tindakan pengontrolan penyakit flu burung dengan  melakukan kajian-kajian terhadap penyakit tersebut sehingga didapatkan hasil  penelitian yang dapat mencegah penyakit flu burung.
Peran pemerintah  dalam pengendalian flu burung dapat dilakukan dengan membuat regulasi, seperti  regulasi pengendalian penyakit avian  influenza pada unggas diatur melalui Keputusan Direktur Jenderal Peternakan  No: 45/Kpts/PD.610/F/06.06 tentang Prosedur Operasional Standar Pengendalian  Penyakit Avian influenza  di Indonesia.  Sedangkan pada kesehatan manusia penyakit Avian  Influenza dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) diatur dalam  Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1372/Menkes/Per/IX/2005 tentang Penetapan  Kondisi Kejadian Luar Biasa Penyakit Flu Burung (Avian influenza) (Hassan et al. 2009).   
d.    Gender  Dan Kesetaraan Sosial
Prinsip ini  menganalisis perbedaan peran laki-laki dan perempuan dalam pengontrolan  penyakit, perbedaan usia, kelompok sosial, etnis, ekonomi, dan pendidikan dalam  melakukan kontrol terhadap suatu penyakit. Perbedaan dalam prinsip ini  tercermin dalam hubungan mereka dengan ekosistem, paparan mereka terhadap  resiko kesehatan yang berbeda, status dan kesejahteraan (Budiaharta et al. 2015).
Penelitian yang  dilakukan oleh (Ningtyas 2014) tentang pengaruh  pendidikan terhadap penyakit flu burung menunjukkan bahwa ada pengaruh tingkat  pendidikan kesehatan terhadap kesiagaan penyakit flu burung, sehingga dengan  pengetahuan yang tinggi dapat dilakukan pengontrolan terhadap avian influenza.  Pemberian pendidikan dapat dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan atau  tambahan pengetahuan terkait dengan faktor resiko dan cara pencegahan penyakit  flu burung, karena pengetahuan yang baik akan mengurangi resiko terjadinya  wabah flu burung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Cahyaningsih & Duana 2013) menunjukkan  bahwa tingkat pengetahuan yang baik berhubungan terhadap respons pencegahan  penyakit flu burung. 
Kontrol flu  burung ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan status sosial, usia,  dan jenis kelamin. Penelitian yang dilakukan oleh (Giuseppe et al. 2008) menunjukkan  bahwa seseorang yang memiliki kelas ekonomi yang lebih tinggi memungkinkan  untuk mengidentifikasi cara penularan dan indentifikasi keadaan binatang dan  lebih mampu untuk memberi vaksin terhadap hewan ternak. Hasil lain menunjukkan  bahwa usia yang lebih tua lebih memiliki informasi mengenai cara penularan dan  pencegahan terhadap penyakit flu burung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Bagnol 2009) mengenai jenis  kelamin menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama  dalam pengendalian penyakit flu burung sehingga pencegahan yang dapat dilakukan  adalah menambah pengetahuan baik laki-laki maupun perempuan tentang flu burung,  melakukan kontak yang aman jika berdekatan dengan hewan ternak. Hal ini tidak  hanya berlaku untuk gender tetapi juga untuk status sosial dan usia. 
e.     Berkelanjutan  
Prinsip ini  menunjukkan kontrol terhadap suatu penyakit dengan melakukan integrasi yang  berkelanjutan antara ekologi dan sosial untuk mendukung bidang ecohealth (Budiaharta et al. 2015).
Adapun strategi  nasional dalam upaya pegendalian penyakit flu burung yang berkelanjutan, telah  ditetapkan kebijakan dan strategi sebagai berikut: (1) Pengendalian pada hewan;  (2) Penatalaksanaan kasus pada manusia; (3) Perlindungan kelompok risiko  tinggi, (4) Surveilans epidemiologi pada hewan dan manusia; (5)  Restrukturisasi sistem industri perunggasan;  (6) Komunikasi, informasi dan edukasi cara pencegahan dan pengendalian flu  burung; (7) Penguatan dukungan peraturan dan peningkatan kapasitas di pusat dan  daerah; (8) Penelitian kaji tindak; (9) Monitoring dan evaluasi (Hassan et al. 2009).
f.      Berorientasi  Pada Tindakan
Prinsip ini didasarkan  pada suatu hasil dari penelitian berupa pengetahuan yang digunakan untuk  meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan untuk menyelesaikan suatu masalah  kesehatan (Unahalekhaka et al. 2013; Budiaharta et al. 2015). Salah satu  contoh penelitian yang menghasilkan suatu pengetahuan untuk mengetahui faktor  resiko dan epidemiologi dari avian influenza  sehingga dapat digunakan sebagai kontrol dan pencegahan  penyebaran wabah flu burung. 
Penelitian yang  dilakukan oleh (Li et al. 2014; Yupiana et al. 2010) mengenai faktor  resiko dan epidemiologi avian influenza menunjukkan bahwa faktor resiko yang  paling berpengaruh terhadap kejadian avian adalah karena kepadatan unggas dan  kurangnya penerapan sanitasi pada lingkungan pemeliharaan unggas, sehingga  dengan penelitian ini dapat dilakukan pencegahan dengan melakukan penerapan  sanitasi di  lingkungan pemeliharaan  unggas dan menghindari unggas berada dalam satu tempat yang padat. Sedangkan  hasil penelitian mengenai epidemiologi avain  influenza menunjukkan bahwa kasus avian  influenza paling banyak terjadi pada petugas hewan atau yang paling sering  terpapar oleh ternak sehingga kontrol dapat dilakukan dengan menggunakan APD  ketika kontak dengan hewan. 
3.     Kesimpulan  
Avian influenza  merupakan penyakit yang disebabkan oleh hewan dan dapat menular dari hewan ke  manusia atau sebaliknya. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang dapat  menimbulkan permasalahan kesehatan sehingga perlu dilakukan pengendalian atau  kontrol terhadap penyakit ini. Pengendalian avian influenza dapat dilakukan  dengan menggunakan 6 prinsip ecohealth  yaitu dengan menggunakan sistem berfikir, lintas disiplin ilmu, partisipasi  dari berbagai pihak, gender dan kesetaraan sosial, keberlanjutan, dan  berorientasi pada tindakan.
Daftar Pustaka
- Aguirre, a a & Gómez, a, 2009. Essential veterinary education in conservation medicine and ecosystem health: a global perspective. Revue scientifique et technique (International Office of Epizootics), 28(2), pp.597–603.
- Akoso, B., 2006. Waspada Flu Burung, YOGYAKARTA: Kanisius.
- Bagnol, B., 2009. Gender issues in small-scale family poultry production : experiences with Newcastle Disease and Highly Pathogenic Avian In fl uenza control. World's Poultry Science Journal, 65(June), pp.231–240.
- Bahri, S. & Syafriati, T., 2011. Mewaspadai Munculnya Beberapa Penyakit Hewan Menular Strategis di Indonesia Terkait dengan Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Wartazoa, 21(1), pp.25–39.
- Basuno, E., 2008. Review dampak wabah dan kebijakan pengendalian Avian Influenza di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 6(4), pp.314–334.
- Budiaharta, S. et al., 2015. Kolaborasi Multi-Sektoral Riset & Surveilans. Naskah Akademik.
- Cahyaningsih, N. & Duana, M., 2013. Tingkat Pengetahuan Dan Upaya Pencegahan Penularan Flu Burung Pada Peternak Unggas Di Desa Babahan, Penebel, Tabanan 2013. The New Zealand nursing journal. Kai tiaki, 72(2), pp.6–8.
- Food and Agrucultural Organization (FAO), 2005. Pencegahan dan Pengendalian Flu Burung ( Avian Influenza ) pada Peternakan Unggas Skala Kecil Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner. , pp.1–41.
- Giuseppe, G. et al., 2008. A survey of knowledge, attitudes and practices towards avian influenza in an adult population of Italy. BMC Infectious Diseasess diseases, 8, p.36. Available at: http://apps.webofknowledge.com/full_record.do?product=UA&search_mode=GeneralSearch&qid=2&SID=S1yLHl4KUgVJT9Bh7CZ&page=10&doc=456.
- Grace, D. et al., 2012. The multiple burdens of zoonotic disease and an ecohealth approach to their assessment. Tropical Animal Health and Production, 44(SUPPL.1), pp.67–73.
- Hassan, M.Z. et al., 2009. General Guidelines for AI Management KOMNAS (Ch 1-5)_sm.pdf. , pp.1–2.
- Ilham, N., 2013. Penyebaran Flu Burung pada Ternak Itik dan Perkiraan Dampak Sosial Ekonomi: Belajar dari Kasus Ayam. Wartazoa, 23(2), pp.84–93.
- Institute of Medicine, 2003. The Future of Public's Health in 21st Century, USA: Academies Press.
- Lebel, J., 2003. In Focus: Health: An Ecosystem Approach. , 15(10), pp.771–772.
- Li, Q. et al., 2014. Epidemiology of Human Infections with Avian Influenza A(H7N9) Virus in China.
- Maffi, L. & Mitchell, B., 2015. Avian Influenza and the Environment : An Ecohealth Perspective. Environment, pp.1–41.
- Ningtyas, A., 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penyakit Flu Burung Terhadap Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat di Desa Gondangmanis Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar.
- Sedyaningsing, E. et al., 2006. Karakteristik Epidemiologi Kasus-Kasus Flu Burung di Indonesia juli 2005-Oktober 2006.
- Unahalekhaka, A. et al., 2013. Ecohealth Manual L. Robert & C. Jainonthee, eds., Thailand: Chiang Mai University.
- Yupiana, Y. et al., 2010. Risk factors of poultry outbreaks and human cases of H5N1 avian influenza virus infection in West Java Province, Indonesia. International Journal of Infectious Diseases, 14(9), pp.e800–e805. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijid.2010.03.014.
 





