Menghadapi Api Kesulitan Perkawinan

Menghadapi Api Kesulitan Perkawinan
Oleh: Arda Dinata
API itu sifatnya panas. Keberadaannya bisa memberi cahaya dan juga kalau tidak hati-hati, justru bisa membahayakan dan membakar benda-benda di sekitarnya. Sedangkan kesulitan sendiri diartikan sebagai sesuatu tantangan yang bikin sulit dalam kehidupan seseorang. Jadi, dampak keberadaan api kesulitan itu sebenarnya tergantung bagaimana Anda menyikapinya. Kalau Anda berfikir positif, maka adanya kesulitan itu akan mendewasakan pribadi Anda.
Dalam hal ini, Andrias Harefa mengatakan, "Jika kesulitan dan tantangan hidup diibaratkan api, maka kayu atau emaskah aku? Jika aku kayu, habislah terbakar oleh api, menjadi orang yang meratapi nasib, pesimis, dan suka menggerutu. Jika aku emas, makin murnilah aku dibakar api kesulitan, menjadi orang yang kuat, optimis, dan mudah bersyukur. Dan karena aku tidak bisa memilih kesulitan yang akan datang menimpaku, maka aku harus memutuskan apakah aku ingin menjadi kayu atau emas bila kesulitan datang mendera?"
Pada konteks perkawinan, saya kira tidak jauh berbeda, api kesulitan itu akan datang menghampiri tiap pasangan perkawinan. Yang membedakan adalah sikap kita dalam mengambil keputusan terhadap kesulitan itu. Dalam bahasa lain, bila datang api kesulitan dalam perkawinan, lantas Anda mau berperan sebagai apa, kayu atau emas?
Kalau Anda berperan sebagai kayu, maka masalah dan kesulitan yang mendera dalam perkawinan itu, tentu akan dihadapinya dengan sikap terus meratapi kesulitan, berjiwa pesimis, dan menggerutu, kenapa kesulitan itu datang. Akhirnya masalah tersebut tidak terselesaikan, dan benar-benar jadi masalah.
Sebaliknya, ketika Anda memposisikan diri sebagai emas. Justru, keberadaan kesulitan tersebut akan memurnikan status perkawinan Anda. Yakni perkawinannya menjadi semakin kuat, optimis, dan mudah bersyukur. Perkawinan kuat, karena adanya masalah telah membuat suami-istri menjadi semakin lebih dewasa dan kokoh. Optimis memandang masalah, berarti menyakini kalau kesulitan itu sejatinya diapit oleh dua kemudahan, sehingga Anda tidak perlu berputus asa menghadapinya. Lalu, bersyukurlah dalam perkawinan. Sebab, datangnya kesulitan itu membuat Anda terus berpikir dan menjadi lebih dewasa dalam bersikap.
Dalam buku saya berjudul: "ARITMETIKA PERNIKAHAN: Referensi Perkawinan Berkah dan Pilar-Pilar Menggapai Rumah Tangga Menuju Surga Perkawinan", saya menuliskan agar Anda dapat menghadapi datangnya api kesulitan perkawinan dengan baik, sehingga tidak berujung menjadi badai ketidakharmonisan dalam rumah tangga, maka paling tidak ada enam langkah yang harus diperankan dalam perilaku keseharian perkawinan Anda.
1. Berdoalah untuk kebaikan pasangan Anda.
2. Bersikap baik pada pasangan Anda. 
3. Kendalikan emosi Anda.
4. Lakukan introspeksi.
5. Evaluasilah pernikahan Anda.
6. Terbuka atas nasehat dari pasangan Anda.
Akhirnya, semoga langkah-langkah tersebut dapat dilakukan dengan benar sehingga kita dapat mengarungi perkawinan ini dengan rasa rela. Dengan rasa rela itulah, diharapkan sikap kita dalam mementaskan hidup ini diberi kesempatan untuk menjadi yang lebih baik. Imam Syafi'i pernah mengatakan, "Biarkan hari-hari bertingkah semaunya. Buatlah diri ini rela ketika ketentuan-Nya bicara. Dan jangan gelisah dengan kisah malam. Tidak ada kisah dunia ini yang abadi." 

 (Arda Dinata, pengasuh Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam/MIQRA Indonesia).***
BACA ARTIKEL LAINNYA:
Lebih baru Lebih lama